15-09-2012 Bagaimana mengajarkan Agama Buddha kepada anak Bagaimana Mengajarkan Agama Buddha Kepada Anak
Eko:"Wah, pusing nih, besok kalau gue meninggal kayaknya kagak disembahyangi nih, habis pegang hio, pasang foto gue dibilangin sama anak tidak boleh"
Sue: "Bukan loe aja, kalau bini gua beli banyak buah-buahan buat sembahyang, anak gue kagak ada satupun yang mau makan, katanya nggak boleh karena bekas sembahyang. Jadi daripada mesti buang, akhirnya beli seadanya saja"
Sugi:"Itu mah belum parah, yang parah tuh kalau gue lagi sembahyang leluhur dibilangin lagi sembah berhala, entar bisa jatuh ke Neraka"
Contoh pembicaraan di atas adalah cuplikan yang tidak jarang kita dengar, saat kita melayat di rumah duka. Apakah hanya sebatas itu yang Anda harapkan dari anak Anda? Apakah Anda takut tidak ada yang menyembah-yangkan sesudah Anda meninggal, atau sekadar ingin dia hanya ikut pasang-pasang hio, dan sebagainya.
Tidak demikian, sesung-guhnya yang kita inginkan adalah agar anak kita dapat tumbuh menjadi anak yang baik, berbakti, pintar, bermoral, mempunyai ketahanan yang baik dalam menghadapi segala jenis masalah hidup, dan sebagainya. Aspek spiritual adalah aspek yang sangat mendasar dan paling penting dalam kehidupan baik bagi Anda maupun anak anda.
Masalah yang diungkapkan di atas, jika diartikan secara lebih khusus adalah, "Bagaimana orangtua Buddhis dapat mengajarkan ajaran Buddha dengan baik kepada anak-anaknya?"
Pada kenyataaannya, aspek ini hampir terabaikan begitu saja. Bandingkan dengan para orangtua dari non-Buddhis, yang sejak kecil anaknya sudah dibaptis ataupun dipermandikan menjadi pengikut agama yang telah diyakini oleh orangtuanya. Orangtua Buddhis cenderung bersifat acuh tak acuh, dan dengan argumen bahwa biarlah kelak dia bisa memilih agamanya sendiri, yang penting semua agama sama, mengajarkan kebaikan. Apakah benar demikian?
Artikel ini dimaksudkan untuk dapat menjadi bahan perenungan bagi para orangtua Buddhis, yang sebagian disadurkan dari buku "How To Teach Buddhism to Children", Bodhi Leaves No.B.9. 1961, BPS, Sri Lanka (edisi ke-2, tahun 1975), karangan Dr. Helmuth Klar. Dari tahun penerbit dapat diambil kesimpulan bahwa sesungguhnya masalah ini telah lama menjadi topik yang begitu diperhatikan oleh para bhikkhu dan para pengikut Buddhisme di Srilangka maupun di dunia Barat.
Dalam makalahnya, Dr. Helmuth Klar berbagi pengalaman praktik dengan anaknya sendiri dan juga dengan anak-anak Barat lainnya, karena beliau tidak ingin berteori saja. Namun banyak sekali manfaat yang kita dapatkan dari pengalamannya tersebut.
Jika kita berada di negara Buddhis, di tengah-tengah tradisi Buddhis yang telah berabad-abad lamanya, posisi seorang anak Buddhis jauh lebih mudah. Namun tidak demikian dengan di Indonesia, di mana Buddhis merupakan minoritas dan dikelilingi oleh berbagai agama lain, sehingga dapatlah dimengerti peran orangtua merupakan faktor yang terpenting dalam menanamkan keyakinan pada anaknya.
Dan perlu disadari penanaman keyakinan pada anak kita secara otomatis akan berkaitan dengan cara hidup yang benar. Tanamkan keyakinan pada anak Anda sejak kecil mengenai kebesaran dan keagungan Sang Buddha.
Suatu ide yang sangat penting, bila sejak kecil anak-anak harus dilatih untuk yakin akan keagungan dan kemuliaan Sang Buddha. Penggunaan patung ataupun gambar Sang Buddha adalah suatu ide yang bagus untuk mengajarkan anak kita memberikan penghormatan kepada Sang Buddha, sebagai guru yang agung untuk manusia. Jelaskan bahwa itu bukanlah penyembahan berhala seperti yang sering diajarkan oleh para pendidik agama non-Buddhis yang mengharuskan anak kita mengikuti pelajaran agamanya di sekolah yang berada dalam naungan suatu agama tertentu. Penggunaan patung Buddha sebagai objek konsentrasi penghormatan kepada Sang Buddha akan menjadi lebih efektif mengingatkan kita kepda Sang Guru Agung dibandingkan simbol-simbol lain. Ibarat seseorang menyimpan foto orangtuanya akan memudahkan dia untuk mengingat sifat-sifat luhur orangtua dibandingkan dengan barang-barang yang langsung pernah diberikan kepadanya.
Demikian juga penghormatan terhadap anggota Sangha dengan bersujud ataupun bernamaskara, perlu dijelaskan bahwa itu merupakan cara penghormatan yang tidak lain seperti penghormatan pada tradisi-tradisi lain, dan bukanlah menyembah orangnya.
Aspek filsafat dari Buddhisme yang cenderung terlalu dalam untuk dimengerti anak-anak dapat dituangkan dalam upacara-upacara sederhana yang lebih praktis untuk anak-anak. Latihlah anak-anak untuk melakukan upacara-upacara sederhana seperti persembahan air, dupa, lilin, ataupun bunga di altar patung/gambar Sang Buddha. Bahkan perlu juga dijelaskan secara seder-hana arti dari per-sembahan-persembahan tersebut. Dengan demikian akan mengembangkan kebiasaan menghormat dan merenungkan sifat-sifat mulia Sang Buddha sejak kecil.